Membaca Zaman, Membaca diri; Generasi Literat di Tengah Bisingnya Globalisasi
- Diposting Oleh Admin Web Perpustakaan
- Rabu, 6 Agustus 2025
- Dilihat 17 Kali
Sumber: istockphoto.com
Dunia hari ini tak lagi sekadar tempat tinggal, ia telah menjadi medan tarik menarik antara kecepatan dan kelelahan, antara eksistensi dan ekspektasi, dan di tengah semuanya itu, kita generasi yang tumbuh bersama internet, kuliah sambil mencari nafkah, atau bekerja sambil bertanya “ini semua arahnya ke mana?” sedang berusaha bertahan.
Barangkali kamu juga sedang merasa seperti itu, hidup penuh notifikasi, tapi sunyi di dalam. Penuh informasi, tapi bingung harus percaya siapa. Penuh peluang, tapi terasa tetap di tempat. Menariknya, kita tidak melawan semua ini dengan keributan, tapi justru dengan diam. Dengan membaca, menulis jurnal, mendengar suara hujan dari YouTube, atau sekadar menyimpan satu kutipan di galeri karena rasanya “ngena banget.”
Sadar atau tidak, makin ke sini, konten yang kita konsumsi pun juga makin berubah, dari prank yang heboh dan horor yang mengejutkan, kini FYP kita dipenuhi journaling, puisi sunyi, kata-kata stoik, atau video aesthetic dengan musik pelan dan narasi tentang “melepaskan.” Selain itu Survei Jakpat (Januari 2025) juga menemukan 66% Gen Z Indonesia menjadikan konten tentang self-improvement dan kesehatan mental sebagai prioritas utama konsumsi konten mereka.
Kita tahu dunia ini sedang tidak ideal. Hidup makin mahal, pekerjaan makin kompetitif, lingkungan makin tak menentu. Tapi menariknya, generasi ini tidak serta-merta tumbang.
Sebaliknya, banyak dari kita justru menemukan cara untuk bertahan. Ada yang membangun komunitas daring, menekuni hobi yang dulunya dianggap sepele, belajar dari YouTube, atau pelan-pelan merawat kesehatan mental.
Cara generasi ini menyuarakan keresahan juga tak biasa. Bukan lewat orasi keras, tapi lewat unggahan reflektif. Bukan lewat pidato panjang, tapi lewat video pendek dengan tulisan kecil di pojok layar yang entah kenapa terasa menyentuh.
Mereka mungkin tidak turun ke jalan, tapi mereka menulis, mengunggah, dan saling menguatkan. Mereka mengkritik sistem sambil tetap belajar cara hidup di dalamnya. Ada luka, tapi juga ada cara baru untuk tetap berjalan.
Generasi kita sedang membentuk pola hidup baru. Lebih tenang, lebih sadar, dan lebih terbuka terhadap sisi rapuh sebagai manusia. Kita mungkin tidak selalu terdengar, tapi bukan berarti tidak bersuara, dan kalau kamu membaca ini sambil merasa, “aku juga gitu banget” itu artinya kamu sedang tidak sendirian. Kita sedang sama-sama belajar untuk tetap hidup dengan cara yang lebih manusiawi di tengah gempuran gejolak duniawi. NBE